Sabtu, 06 Oktober 2012

GODBLESS kita tak lagi muda

     Achmad Albar menatap panggung. Wajahnya tampak tegang, matanya lurus menatap rekan-rekannya yang sudah lebih dulu beroleh riuh tepukan di bawah terang lampu sorot. Tangan kirinya bertumpu di pinggang, sementara tangan satunya menyandar ke tembok.
Sebelumnya, ia tampak melakukan pemanasan, bersenam, melemaskan kepala, pinggang, dan kakinya. Sebentar melompat-lompat sambil menunggu rekan-rekannya selesai menala nada pada alat musiknya. Grogi? “Ya, selalu ada rasa demam panggung ketika kembali naik panggung,” kata Iyek, panggilan akrabnya.

       Saat asap es kering mengepul tebal, Iyek pun beranjak naik ke panggung. Tepuk sorak kembali membahana. Dia mengangkat kedua tangannya, menyapa ratusan penonton di kantor majalah Rolling Stone Indonesia, Kamis malam lalu.
Inilah penampilan khusus God Bless. Para audiens memadat di depan panggung, terdiri atas musisi berbagai angkatan, selebritas, wartawan, bahkan pekerja tayangan infotainment. Sebelum God Bless tampil, panggung silih berganti diisi penampilan musisi, seperti Fariz R.M., Indra Lesmana, dan Glenn Fredly.
Hangat. Atraktif. Itulah yang tergambar dalam penampilan mereka. Iyek, misalnya, seperti biasa, tetap melompat-lompat di panggung. Mereka membawakan sejumlah lagu. Tentu saja lagu-lagu itu mengingatkan penonton pada perjalanan God Bless.


      Lagu Huma di Atas Bukit, misalnya. Ini adalah lagu lama, diciptakan pada 1970-an. Lagu ini masuk album mereka yang bertajuk God Bless pada 1975. Boleh jadi, lagu ini, termasuk lagu-lagu lainnya, mengantarkan kenangan tersendiri bagi penggemarnya.
Mereka tidak ada duanya. Tidak tergantikan. Mereka tetap tampil prima. Padahal mereka sudah tidak muda. Achmad Albar sudah 62 tahun. Ian Antono, sang gitaris, sudah 58 tahun. Begitu pula Donny Fattah (bas), Yaya (drum), dan Abadi Soesman (keyboard).
Dengan semangat yang tetap menyala itulah, tahun depan, mereka akan merilis album baru. Ini rencana lama yang belum terwujud. “God Bless mau bikin album lagi setelah sekian lama absen, kangen juga,” ujar Ian beberapa bulan lalu kepada Tempo.
Kini rencana itu makin menguat. God Bless tengah menggodok materi album itu. “Hidup kami memang musik. Kalau bukan musik, apa lagi? Kita nggak bisa kerja di kantor,” kata Ian di sela-sela konser Kamis malam itu.


   Rencananya, ada 12 lagu mengisi album tersebut. Semua baru. Sebelumnya, sempat ada pemikiran memasukkan dua lagu lama dalam versi artistik, tapi tidak jadi. Karya terbaru itu juga untuk menghangatkan semangat rock sekaligus membawa nuansa baru. “Ini kesempatan terakhir kami membuktikan,” Ian menambahkan.
Kata dia, album baru condong ke Cermin, cenderung progresif, dengan satu-dua lagu berdurasi panjang. “Saya yakin masih banyak peminat progresif. Yaya (Yaya Moektio, drum) sudah adaptasi selama beberapa tahun ini. Beat dia lebih kaya,” kata Ian.
Malam itu Yaya menunjukkan sedikit beat progresifnya. Misalnya saat menemani melodi Ian pada lagu Rumah Kita dan tendangan pedal-ganda di sepanjang lagu Kehidupan. Selain itu, kata Ian, mereka juga memasukkan unsur etnik di keyboard.
Sejumlah harapan pun disandarkan. “Di album terbaru, saya berharap mereka tetap jadi God Bless. Ini saya nungguin,” kata Fariz. “Semoga ada warna baru kembali di album terbaru,” tutur Ebiet G. Ade. Sedangkan Ari Lasso berkata: “Mudah-mudahan bisa mewakili dan membayar kerinduan saya selama ini kepada God Bless.”
Malam itu God Bless tetap menunjukkan diri sebagai God Bless yang dulu. Iyek, misalnya, meski tak bisa menutupi kelelahannya (mereka tiba di Rolling Stone sejak hari terang dan baru manggung sekitar pukul 23.00), tetap berusaha tampil prima. Beberapa kali ia terpeleset di nada-nada tinggi dengan kekuatan suara besar.
Setelah beberapa lagu, Iyek pamit kepada penonton. Audiens tak rela rupanya. Para personel sudah hendak beranjak. Mereka tampak berunding di panggung. Ian Antono menjawab dengan petikan gitar. Huma di Atas Bukit pun dilantunkan. Lalu Panggung Sandiwara.
Tak lengkaplah God Bless tanpa Semut Hitam, yang diteriakkan sejumlah penonton. God Bless mengabulkannya sebagai lagu terakhir. Malam itu semua kembali ber-rock ‘n’ roll. Penonton ikut bergoyang, bahkan ada yang berjingkrak-jingkrak.

Semut hitam
Semut hitam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar