Achmad Albar menatap panggung. Wajahnya tampak tegang, matanya lurus
menatap rekan-rekannya yang sudah lebih dulu beroleh riuh tepukan di
bawah terang lampu sorot. Tangan kirinya bertumpu di pinggang, sementara
tangan satunya menyandar ke tembok.
Sebelumnya, ia tampak melakukan pemanasan, bersenam, melemaskan
kepala, pinggang, dan kakinya. Sebentar melompat-lompat sambil menunggu
rekan-rekannya selesai menala nada pada alat musiknya. Grogi? “Ya,
selalu ada rasa demam panggung ketika kembali naik panggung,” kata Iyek,
panggilan akrabnya.
Saat asap es kering mengepul tebal, Iyek pun beranjak naik ke
panggung. Tepuk sorak kembali membahana. Dia mengangkat kedua tangannya,
menyapa ratusan penonton di kantor majalah Rolling Stone Indonesia,
Kamis malam lalu.
Inilah penampilan khusus God Bless. Para audiens memadat di depan
panggung, terdiri atas musisi berbagai angkatan, selebritas, wartawan,
bahkan pekerja tayangan infotainment. Sebelum God Bless tampil, panggung
silih berganti diisi penampilan musisi, seperti Fariz R.M., Indra
Lesmana, dan Glenn Fredly.
Hangat. Atraktif. Itulah yang tergambar dalam penampilan mereka.
Iyek, misalnya, seperti biasa, tetap melompat-lompat di panggung. Mereka
membawakan sejumlah lagu. Tentu saja lagu-lagu itu mengingatkan
penonton pada perjalanan God Bless.
Lagu Huma di Atas Bukit, misalnya. Ini adalah lagu lama, diciptakan
pada 1970-an. Lagu ini masuk album mereka yang bertajuk God Bless pada
1975. Boleh jadi, lagu ini, termasuk lagu-lagu lainnya, mengantarkan
kenangan tersendiri bagi penggemarnya.
Mereka tidak ada duanya. Tidak tergantikan. Mereka tetap tampil
prima. Padahal mereka sudah tidak muda. Achmad Albar sudah 62 tahun. Ian
Antono, sang gitaris, sudah 58 tahun. Begitu pula Donny Fattah (bas),
Yaya (drum), dan Abadi Soesman (keyboard).
Dengan semangat yang tetap menyala itulah, tahun depan, mereka akan
merilis album baru. Ini rencana lama yang belum terwujud. “God Bless mau
bikin album lagi setelah sekian lama absen, kangen juga,” ujar Ian
beberapa bulan lalu kepada Tempo.
Kini rencana itu makin menguat. God Bless tengah menggodok materi
album itu. “Hidup kami memang musik. Kalau bukan musik, apa lagi? Kita
nggak bisa kerja di kantor,” kata Ian di sela-sela konser Kamis malam
itu.
Rencananya, ada 12 lagu mengisi album tersebut. Semua baru.
Sebelumnya, sempat ada pemikiran memasukkan dua lagu lama dalam versi
artistik, tapi tidak jadi. Karya terbaru itu juga untuk menghangatkan
semangat rock sekaligus membawa nuansa baru. “Ini kesempatan terakhir
kami membuktikan,” Ian menambahkan.
Kata dia, album baru condong ke Cermin, cenderung progresif, dengan
satu-dua lagu berdurasi panjang. “Saya yakin masih banyak peminat
progresif. Yaya (Yaya Moektio, drum) sudah adaptasi selama beberapa
tahun ini. Beat dia lebih kaya,” kata Ian.
Malam itu Yaya menunjukkan sedikit beat progresifnya. Misalnya saat
menemani melodi Ian pada lagu Rumah Kita dan tendangan pedal-ganda di
sepanjang lagu Kehidupan. Selain itu, kata Ian, mereka juga memasukkan
unsur etnik di keyboard.
Sejumlah harapan pun disandarkan. “Di album terbaru, saya berharap
mereka tetap jadi God Bless. Ini saya nungguin,” kata Fariz. “Semoga ada
warna baru kembali di album terbaru,” tutur Ebiet G. Ade. Sedangkan Ari
Lasso berkata: “Mudah-mudahan bisa mewakili dan membayar kerinduan saya
selama ini kepada God Bless.”
Malam itu God Bless tetap menunjukkan diri sebagai God Bless yang
dulu. Iyek, misalnya, meski tak bisa menutupi kelelahannya (mereka tiba
di Rolling Stone sejak hari terang dan baru manggung sekitar pukul
23.00), tetap berusaha tampil prima. Beberapa kali ia terpeleset di
nada-nada tinggi dengan kekuatan suara besar.
Setelah beberapa lagu, Iyek pamit kepada penonton. Audiens tak rela
rupanya. Para personel sudah hendak beranjak. Mereka tampak berunding di
panggung. Ian Antono menjawab dengan petikan gitar. Huma di Atas Bukit
pun dilantunkan. Lalu Panggung Sandiwara.
Tak lengkaplah God Bless tanpa Semut Hitam, yang diteriakkan sejumlah
penonton. God Bless mengabulkannya sebagai lagu terakhir. Malam itu
semua kembali ber-rock ‘n’ roll. Penonton ikut bergoyang, bahkan ada
yang berjingkrak-jingkrak.
…
Semut hitam
Semut hitam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar